Selasa, 20 November 2012

Hukum Kewarganegaraan dan Status Orang Asing di Jepang



1. Pendahuluan
Akhir-akhir ini, warga negara asing yang mengunjungi Jepang dan warga negara Jepang yang berpergian keluar negeri meningkat secara drastis. Jumlah orang asing yang mengunjungi Jepang mengalami peningkatan dua kali lipat dalam dekade 10 tahun terakhir. Hal ini dikarenakan adanya kemajuan di bidang internasionalisasi dan globalisasi masyarakat dunia maupun perkembangan sarana komunikasi dan transportasi.
Warga negara asing diperbolehkan memasuki dan tinggal di Jepang dengan syarat untuk melakukan kegiatan sesuai dengan status tinggal dan jangka waktu tertentu seperti yang telah diputuskan oleh pejabat pemeriksa imigrasi pada saat kedatangan di bandara atau pelabuhan. Disamping itu, apabila penduduk asing ingin mengubah status kependudukannya setelah tinggal di Jepang atau memperpanjang masa berlaku untuk tinggal di Jepang atau untuk mendapatkan izin melakukan kegiatan di luar status yang ia miliki sewaktu mendapatkan status penduduk terdahulu atau izin masuk kembali dan lain-lain, mereka diwajibkan menyampaikan permohonan untuk perubahan status di Kantor Imigrasi yang terdekat. Kantor Imigrasi setempat akan mempertimbangkan permohonan tersebut apakah bisa diizinkan atau tidak.
Status kepenpendudukan seseorang dan jangka waktu tinggal di Jepang dibuat untuk menjamin hak yang bersangkutan sehubungan dengan kehidupan bermasyarakat di Jepang secara adil, dan juga dalam rangka mengawasi keberadaan mereka di Jepang. Oleh karena itu keberadaan orang asing dapat bermanfaat bagi orang Jepang maupun orang asing itu sendiri[1].
2. Pembahasan
Berdasarkan dari uraian diatas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang:
1.     Bagaimana hukum kewarganegaraan di Jepang;
2.     Bagaimana status orang asing;
3.     Bagaimana hukum imigrasi dan perubahannya di Jepang
2.1. Hukum kewarganegaraan di Jepang
Pengaturan tentang kewarganegaraan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan [2]. Undang-Udang Kewarganegaraan (UUK) ini diubah pada tahun 1984 dalam rangka memenuhi persyaratan konvensi terhadap pembatasan segala macam bentuk diskriminasi terhadap wanita di Jepang yang diratifikasi pada tahun 19801 [3].
Seseorang memiliki kewarganegaraan Jepang apabila ia : (1) pada saat lahir, salah satu orangtuanya warga negara Jepang, (2) Ayahnya yang meninggal sebelum yang bersangkutan lahir adalah warga negara Jepang, (3) Seorang anak lahir di Jepang dan kedua orangtuanya tidak diketahui, atau orangtuanya tanpa kewarganegaraan [4]. Kewarganegaraan Jepang didapat melalui pengesahan atau naturalisasi.
Sebelum adanya perubahan terhadap UUK tahun 1984, UUK tahun 1950 menegaskan bahwa jika bapaknya warga negara Jepang pada saat anak lahir, maka anak tersebut warga negara Jepang. Namun, hal ini tidak berlaku, apabila ibu si anak warga negara Jepang sedangkan bapaknya bukan warga negara Jepang. Oleh karena itu jika seorang laki-laki warga negara Jepang menikah dengan wanita bukan warga negara Jepang, maka anaknya menjadi warga negara Jepang. Sebaliknya jika Ibu warga negara Jepang dan bapak bukan warga negara Jepang maka anaknya berhak atas kewarganegaraan Jepang.
Hal ini dianggap tidak adil dan sesuatu yang sangat menjengkelkan, bilamana di negara bapak anak tersebut menganut prinsip ius soli (kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran), maka anak tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan. Dalam sebuah kasus, seorang anak yang lahir dari ibu warga negara Jepang yang menikah dengan warga negara Amerika, maka registrasi si anak akan ditolak karena tanpa kewarganegaraan. Pengadilan negeri menolak alasan bahwa ketentuan hukum yang berlaku terhadap Hukum Kewarganegaraan bertentangan dengan perlindungan yang sama yang terdapat dalam Konstitusi Jepang tahun 1946 2[5].
Undang-undang tentang Kewarganegaraan diubah pada tahun 1984 terutama terhadap ketentuan yang mengatur perlakuan yang berbeda berdasarkan jenis kelamin [6].
Kewarganegaraan Jepang bisa didapat melalui pengesahan, yaitu apabila seorang anak yang tidak sah tidak mendapat status anak sah melalui perkawinan orangtuanya. Pengakuan secara terpisah oleh bapak anak tersebut harus dilakukan. Adalah sah, seorang anak di bawah umur duapuluh tahun mendapatkan kewarganegaraan Jepang, dengan dasar ibu atau bapaknya yang mengakui anak tersebut adalah warga negara Jepang pada saat anak tersebut lahir dan baik masih sebagai warga negara Jepang, atau telah menjadi warga negara Jepang pada saat ia meninggal [7].
UUK juga mengatur tata cara naturalisasi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kewarganegaran Jepang. Naturalisasi harus mendapat izin dari Kementerian Kehakiman Jepang dan memenuhi persyaratan minimum untuk naturalisasi, yaitu pemohon harus telah tinggal di Jepang lebih dari lima tahun tanpa terputus, harus berumur duapuluh tahun atau lebih, dan mempunyai kapasitas hukum yang diperbolehkan di negara asalnya. Dia harus memperlihatkan ‘karakter dan prilaku yang baik,’ dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya (termasuk kemungkinan didukung oleh keahlian atau harta benda isteri atau suami yang tinggal bersamanya), tidak punya kewarganegaraan, atau kehilangan kewarganegaraannya, dan tidak pernah berencana atau menghasut untuk menentang Konstitusi dan Pemerintahan Jepang atau ikut berpartisipasi terhadap organisasi yang terlarang [8].
Bagi seseorang yang mempunyai hubungan dengan Jepang, misalnya telah menikah dengan warga negara Jepang, persyaratannya dipermudah. Bagi suami atau isteri warga negara Jepang yang telah berdomisili atau bertempat tinggal di Jepang tidak kurang dari tiga tahun tanpa terputus dan pada saat berdomisili di Jepang dia dapat memohon untuk bisa mendapatkan kewarganegaraan Jepang. Hal ini sama halnya dengan seseorang yang telah menikah dengan warga negara Jepang tidak kurang dari tiga tahun dan bertempat tinggal di Jepang untuk satu tahun atau lebih [9].
Seseorang yang mempunyai multi kewarganegaraan diharuskan memilih salah satu kewarganegaraannya dalam waktu dua tahun. Jika yang bersangkutan di bawah duapuluh tahun, yang bersangkutan harus memilih kewarganegaraannya sebelum yang bersangkutan berumur duapuluh dua tahun [10]. Pilihan kewarganegaraan dengan penolakan atau dengan pengikraran pilihan terhadap kewarganegaraan Jepang dan penolakan terhadap kewarganegaraan asing [11]. Pernyataan tersebut dibuat dengan mengisi formulir yang disediakan di kantor kecamatan, tempat yang bersangkutan tinggal.
Warga negara Jepang yang lahir di negara asing dan mendapatkan kewarganegaraan negara asing karena kelahiran diharuskan didaftarkan sebagai warga negara Jepang semenjak tiga bulan semenjak dilahirkan. Jika tidak, anak tersebut terancam kehilangan kewarganegaraan Jepangnya. Tapi anak tersebut bisa mendapatkan kembali kewarganegaraan Jepangnya jika ia di bawah dua puluh tahun dan berdomisili di Jepang, dengan mengisi surat pemberitahuan kepada Menteri Kehakiman Jepang [12].
2.2. Status Orang Asing
Pada umumnya warga negara asing diperbolehkan untuk tinggal di Jepang berdasarkan hak alami yang ada dalam perlindungan hak asasi dan kebebasan yang diwujudkan dan dilindungi oleh Konstitusi Jepang. Mahkamah Agung Jepang membenarkan prinsip ini, seperti dalam kasus McLean, seorang warga negara asing dyang itolak perpanjangan visanya oleh Kementerian Kehakiman. Mahkamah Agung memenangkan permohonan yang diajukan oleh Mcleanuntuk perpanjangan visanya [13].
Lebih kurang 560,000 orang Korea dan Taiwan telah berdomisili di Jepang dari sebelum berakhirnya Perang Dunia Kedua. Status mereka diatur secara tersendiri dalam undang-undang tentang pengaturan imigrasi terhadap orang yang hilang kewarganegaraan Jepangnya dikarenakan Perjanjian Damai San Fransisco[14]. Perjanjian ini dibuat pada tanggal 8 September 1951 di San Fransisco antara Jepang dan Amerika dalam rangka mengembalikan hak-hak, keuntungan dan kedaulatan Negara-negara bekas jajahan Jepang seperti Korea Selatan, Taiwan dan Cina. Di dalam perjanjian damai tersebut diatur juga bahwa sebelum Perang Dunia Kedua, orang Taiwan dan Korea merupakan warga negara Jepang karena kedua negara tersebut dijajah oleh Jepang. Mereka yang dulunya termasuk warga negara Jepang dikembalikan kewarganegaraannya ke negara mereka masing-masing.
Status hukum orang asing tergantung apakah dia penduduk permanen berdasarkan undang-undang tentang pengaturan imigrasi dan pegakuan terhadap status pengungsi, atau hanya sebagai pengunjung sementara [15].
UU Nomor 100 Tahun 1991 Tentang Pemilihan Umum begitu juga UU nomor 67 Tahun 1947 Tentang Pemerintah Daerah memberikan hak untuk memilih hanya kepada warga negara Jepang. Akhir-akhir ini, karena dipengaruhi oleh hukum beberapa negara Eropa, adanya wacana bahwa warga negara asing dengan status permanen residen harus diberikan hak untuk memilih dalam pemilihan lokal dan juga kemungkinan pemilihan umum nasional. Namun, Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa bukanlah hal yang bertentangan dengan Konstitusi untuk memberikan hak pilih kepada penduduk yang berkewarganegaraan asing [16].
Pada umumnya pegawai kantor pemerintahan diharuskan warga negara Jepang. Beberapa pemerintah daerah mengizinkan warga negara asing untuk bekerja di kantor pemerintahan daerah yang tidak dilibatkan dalam melakukan kewenangan khusus.
Apakah hak-hak sosial diberlakukan terhadap warga negara asing menjadi masalah? Dalam suatu kasus seorang warga negara Jepang keturunan Korea diabaikan haknya untuk mendapatkan tunjangan sosial sebagai orang cacat. Pemohon mendapatkan kewarganegaraan Jepang tahun 1970, tetapi telah cacat sebelum proses naturalisasi. Undang-undang yang relevan mensyaratkan bahwa hanya bagi orang yang setelah menjadi warga negara Jepang dan pada saat bersamaan dia berada dalam keadaan cacat yang berhak atas tunjangan sosial. Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa pemerintah diperbolehkan memberikan prioritas kepada warga negara Jepang dalam memberikan kesejahteraan sosial karena keterbatasan sumber keuangan [17]. Perlu diingat bahwa setelah Jepang meratifikasi Perjanjian terhadap Status Pengungsi, hukum yang berhubungan dengan tunjangan sosial diubah dan persyaratan penerima tunjangan sosial harus warga negara Jepang dihapus.
2.3. Hukum Imigrasi dan Perubahannya
Pada dekade terakhir, masyarakat Jepang sangat kawatir adanya peningkatan gangguan terhadap ketertiban umum yang salah satu penyebabnya adalah pendatang haram/ pendatang gelap/illegal foreign residents. Untuk itu banyak sekali permohonan dari berbagai lapisan masyarakat Jepang kepada pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam rangka mengurangi jumlah pendatang gelap, yang diperkirakan berjumlah 250,000 jiwa, diperlukan usaha pelaksanaan pengontrolan imigrasi dan secara mendasar melaksanakan penahanan terhadap pendatang gelap [18]. Diperlukan juga usaha dan langkah untuk mendorong pendatang gelap mengakhiri tindakannya untuk tinggal di Jepang dengan status pendatang gelap dan pulang ke negara asalnya secara sukarela, dan membatasi pendatang asing yang berpura-pura sebagai pendatang yang sah setelah memasuki Jepang dengan izin masuk ke Jepang yang didapat secara tidak sah atau bertentangan dengan hukum.
Setelah hampir 30 tahun berlalu, semenjak adanya pengakuan terhadap status pengungsi di Jepang mulai tahun 1981, banyak sekali perubahan di dalam berbagai hal yang mempengaruhi sistem pengakuan terhadap pengungsi di Jepang sejalan dengan perubahan akhir-akhir ini di tingkat dunia. Sistem pengakuan terhadap pengungsi harus direvisi dari sudut perlindungan terhadap pengungsi secara manusiawi dan melalui prosedur yang benar.
Pada Agustus 1999, Konsil Promosi Bantuan terhadap orang cacat memutuskan untuk merevisi ketentuan yang mengatur tentang orang cacat, yang berkemungkinan menghalangi orang cacat ikut berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Oleh karena itu perlu merevisi ruang lingkup warga negara asing yang akan ditolak untuk memasuki Jepang, termasuk orang cacat mental, yang tidak bisa membedakan antara yang baik dan buruk.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas telah diadakan perubahan terhadap Hukum Imigrasi dan pengakuan terhadap pengungsi. Terhadap pendatang gelap /illegal resident yang memasuki Jepang, misalnya dengan menggunakan paspor palsu atau masuk secara diam-diam, orang asing yang masa ijin tinggalnya telah habis, kemudian orang asing yang tinggal di Jepang dengan status sebagai mahasiswa dan bekerja sebagai pegawai di tempat hiburan orang dewasa, maka akan dikenakan sanksi minimal 300.000 yen hingga 3 juta yen.
Sedangkan bagi pekerja gelap seperti orang asing yang secara gelap tinggal di Jepang atau yang tidak boleh bekerja karena statusnya, melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum, atau mendapat status orang asing bagi perusahaan lain atau tempat kerja lain, maka akan dikenakan hukuman minimal 2 juta yen hingga 3 juta yen.
Bagi orang asing yang tinggal di Jepang dengan status pra mahasiswa telah bekerja tambahan tanpa mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan tersebut di luar yang diizinkan sebagai penduduk dapat dikenakan sanksi minimal 200,000 yen hingga 2 juta yen.
Pemerintah Jepang akan memberlakukan suatu sistem untuk mengizinkan tinggal sementara adalah bertujuan untuk menjamin kepastian status hukum bagi penduduk yang illegal yang telah mengajukan permohonan untuk diakui sebagai pengungsi. Di bawah sistem ini, bagi yang telah diberikan izin untuk tinggal sementara di Jepang, akan ditunda proses deportasinya apabila telah melakukukan proses pengakuan sebagai pengungsi.
Namun, izin tinggal sementara tidak akan diberikan kepada orang yang dicurigai dengan berbagai alasan sehingga masuk dalam kategori orang yang akan dideportasi seperti mereka yang telah melamar untuk diakui sebagai pengungsi setelah enam bulan tiba di Jepang, mereka secara tidak langsung masuk ke Jepang dari suatu wilayah yang berbahaya, dan bagi mereka yang pernah dihukum setelah masuk ke Jepang, kurungan badan atau dipenjara karena melakukan tindak pidana dalam hukum pidana Jepang atau hukum lainnya.
Pemberian izin tinggal sementara akan diberikan kepada mereka karena alasan yang tidak dapat dihindarkan seperti gagal mengajukan permohonan dalam enam bulan atau terhadap orang asing yang telah tinggal dan memohon ke negara sebelumnya, namun tidak diberikan status pengungsi. Pemberian izin untuk tinggal di Jepang diberikan secara menyeluruh bagi yang diakui sebagai pengungsi, karena memenuhi persyaratan, dengan tujuan untuk menjamin status hukum mereka.
Dalam rangka meningkatkan persamaan dan kenetralan dalam prosedur terhadap pengakuan pengungsi, Konselor pemeriksaan untuk pengungsi akan ditunjuk, dan pihak ketiga akan dilibatkan dalam pemeriksaan tingkat banding. Dalam melaksanakan prosedur terhadap pengakuan pengungsi, karena kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti dari luar negeri untuk menunjang pengakuan status pengungsi, disyaratkan untuk mendapatkan fakta-fakta sebagai dasar pengakuan dengan mengevaluasi bukti-bukti yang terbatas secara benar, mempertimbangkan situasi internasional dalam pemeriksaan dan keputusan secara akurat, dan mengintepretasikan perjanjian dan konvensi yang berkaitan secara menyeluruh. Dikarenakan kebutuhan yang sedemikian, konselor pemeriksa akan ditunjuk dari (1) praktisi hukum yang mempunyai kemampuan dalam memutuskan fakta-fakta, (2) mereka yang mempunyai kemampuan dalam masalah regional dan internasional seperti mereka yang pernah bekerja di misi diplomatik atau perusahaan perdagangan, koresponden luar negeri, akademisi dalam bidang politik internasional, mantan pegawai Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan (3) ahli dalam hukum internasional, hukum luar negeri, dan hukum administrasi dan sebagainya.
3. Kesimpulan
Di dalam Hukum Kewargananegaraan Jepang telah dihapus segala bentuk diskriminasi terhadap wanita di Jepang sesuai dengan Kovensi terhadap pembatasan segala macam bentuk diskriminasi terhadap wanita pada tahun 1980. Dilain pihak, masyarakat Jepang menghendaki bahwa sistem pengaturan terhadap orang asing direvisi dalam rangka menjamin keselamatan dan kepentingan masyarakat Jepang secara utuh, sehingga masyarakat Jepang dapat meningkatkan dan mempererat kehidupan berdampingan dengan orang asing secara damai. Sehingga perlu merevisi undang-undang keimigrasian dan memperberat sanksi khususnya terhadap pendatang gelap, orang asing yang tinggal di Jepang dan telah habis masa berlaku izinnya, orang asing yang tinggal di Jepang dengan status mahasiswa dan orang asing yang bekerja ditempat hiburan untuk orang dewasa. Selain itu merevisi dan memperketat peraturan tentang status pengungsi dalam rangka menjamin kepastian status hukum bagi penduduk illegal yang telah mengajukan permohonan untuk diakui sebagai pengungsi.
4. Daftar Pustaka
1.     Minister of Justice Japan (MOJ). Retrieved from: http://www.moj.go.jp/ENGLISH/IB/ib-02.html.
1.     Undang-undang Nomor 147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.     Undang-undang Nomor 147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.     Pasal 2 Undang-undang Nomor 147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.     Keputusan Pengadilan Negeri Tokyo, 30 Maret, 1981 (Hanji 1363-68).
1.     R. Yamada dan F. Tsuchiya, 1985, An Easy Guide to the New Nationality Law, (Bimbingan yang Simple terhadap Hukum Kewarganegaraan) Tokyo, hlm.2-15.
1.     Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Pasal 14 ayat 1 ayat 1 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Pasal 14 ayat 2 ayat 1 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Pasal 12 dan 17 Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.     Keputusan Mahkamah Agung, 4 Oktober, 1978 (Minshu 32-7-1223; Mc Lean case).
1.     Undang-undang Nomor 71. tahun 1991 tentang Penanganan Khusus terhadap Pengaturan Imigrasi.
1.     K. Tezuka, 1995, Gaikokujin to Ho (Orang Asing dan Hukum), Tokyo, hlm.298-303.
1.     Keputusan Mahakamah Agung Jepang, 28 Februari, 1995 (Minshu 49-2-639).
1.     Keputusan Mahkamah Agung Jepang, 2 Maret, 1989 (Hanji 1363-68; Shiomi case).
1.     Ministry of Justice of Japan (Kementerian Kehakiman Jepang).

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus