1. Pendahuluan
Akhir-akhir ini, warga
negara asing yang mengunjungi Jepang dan warga negara Jepang yang berpergian
keluar negeri meningkat secara drastis. Jumlah orang asing yang mengunjungi
Jepang mengalami peningkatan dua kali lipat dalam dekade 10 tahun terakhir. Hal
ini dikarenakan adanya kemajuan di bidang internasionalisasi dan globalisasi
masyarakat dunia maupun perkembangan sarana komunikasi dan transportasi.
Warga negara asing
diperbolehkan memasuki dan tinggal di Jepang dengan syarat untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan status tinggal dan jangka waktu tertentu seperti yang
telah diputuskan oleh pejabat pemeriksa imigrasi pada saat kedatangan di
bandara atau pelabuhan. Disamping itu, apabila penduduk asing ingin mengubah
status kependudukannya setelah tinggal di Jepang atau memperpanjang masa
berlaku untuk tinggal di Jepang atau untuk mendapatkan izin melakukan kegiatan
di luar status yang ia miliki sewaktu mendapatkan status penduduk terdahulu
atau izin masuk kembali dan lain-lain, mereka diwajibkan menyampaikan
permohonan untuk perubahan status di Kantor Imigrasi yang terdekat. Kantor
Imigrasi setempat akan mempertimbangkan permohonan tersebut apakah bisa
diizinkan atau tidak.
Status kepenpendudukan
seseorang dan jangka waktu tinggal di Jepang dibuat untuk menjamin hak yang
bersangkutan sehubungan dengan kehidupan bermasyarakat di Jepang secara adil,
dan juga dalam rangka mengawasi keberadaan mereka di Jepang. Oleh karena itu
keberadaan orang asing dapat bermanfaat bagi orang Jepang maupun orang asing
itu sendiri[1].
2. Pembahasan
Berdasarkan dari
uraian diatas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang:
1.
Bagaimana hukum
kewarganegaraan di Jepang;
2.
Bagaimana status orang
asing;
3.
Bagaimana hukum
imigrasi dan perubahannya di Jepang
2.1. Hukum kewarganegaraan di Jepang
Pengaturan tentang
kewarganegaraan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 147 tahun 1950 tentang
Kewarganegaraan [2]. Undang-Udang
Kewarganegaraan (UUK) ini diubah pada tahun 1984 dalam rangka memenuhi
persyaratan konvensi terhadap pembatasan segala macam bentuk diskriminasi
terhadap wanita di Jepang yang diratifikasi pada tahun 19801 [3].
Seseorang memiliki
kewarganegaraan Jepang apabila ia : (1) pada saat lahir, salah satu orangtuanya
warga negara Jepang, (2) Ayahnya yang meninggal sebelum yang bersangkutan lahir
adalah warga negara Jepang, (3) Seorang anak lahir di Jepang dan kedua
orangtuanya tidak diketahui, atau orangtuanya tanpa kewarganegaraan [4].
Kewarganegaraan Jepang didapat melalui pengesahan atau naturalisasi.
Sebelum adanya
perubahan terhadap UUK tahun 1984, UUK tahun 1950 menegaskan bahwa jika
bapaknya warga negara Jepang pada saat anak lahir, maka anak tersebut warga
negara Jepang. Namun, hal ini tidak berlaku, apabila ibu si anak warga negara
Jepang sedangkan bapaknya bukan warga negara Jepang. Oleh karena itu jika
seorang laki-laki warga negara Jepang menikah dengan wanita bukan warga negara
Jepang, maka anaknya menjadi warga negara Jepang. Sebaliknya jika Ibu warga
negara Jepang dan bapak bukan warga negara Jepang maka anaknya berhak atas
kewarganegaraan Jepang.
Hal ini dianggap tidak
adil dan sesuatu yang sangat menjengkelkan, bilamana di negara bapak anak
tersebut menganut prinsip ius soli (kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran), maka anak
tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan. Dalam sebuah kasus, seorang anak yang
lahir dari ibu warga negara Jepang yang menikah dengan warga negara Amerika,
maka registrasi si anak akan ditolak karena tanpa kewarganegaraan. Pengadilan
negeri menolak alasan bahwa ketentuan hukum yang berlaku terhadap Hukum
Kewarganegaraan bertentangan dengan perlindungan yang sama yang terdapat dalam
Konstitusi Jepang tahun 1946 2[5].
Undang-undang tentang
Kewarganegaraan diubah pada tahun 1984 terutama terhadap ketentuan yang
mengatur perlakuan yang berbeda berdasarkan jenis kelamin [6].
Kewarganegaraan Jepang
bisa didapat melalui pengesahan, yaitu apabila seorang anak yang tidak sah
tidak mendapat status anak sah melalui perkawinan orangtuanya. Pengakuan secara
terpisah oleh bapak anak tersebut harus dilakukan. Adalah sah, seorang anak di
bawah umur duapuluh tahun mendapatkan kewarganegaraan Jepang, dengan dasar ibu
atau bapaknya yang mengakui anak tersebut adalah warga negara Jepang pada saat
anak tersebut lahir dan baik masih sebagai warga negara Jepang, atau telah
menjadi warga negara Jepang pada saat ia meninggal [7].
UUK juga mengatur tata
cara naturalisasi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kewarganegaran
Jepang. Naturalisasi harus mendapat izin dari Kementerian Kehakiman Jepang dan
memenuhi persyaratan minimum untuk naturalisasi, yaitu pemohon harus telah
tinggal di Jepang lebih dari lima tahun tanpa terputus, harus berumur duapuluh
tahun atau lebih, dan mempunyai kapasitas hukum yang diperbolehkan di negara
asalnya. Dia harus memperlihatkan ‘karakter dan prilaku yang baik,’ dapat
memenuhi kebutuhan hidup dirinya (termasuk kemungkinan didukung oleh keahlian
atau harta benda isteri atau suami yang tinggal bersamanya), tidak punya kewarganegaraan,
atau kehilangan kewarganegaraannya, dan tidak pernah berencana atau menghasut
untuk menentang Konstitusi dan Pemerintahan Jepang atau ikut berpartisipasi
terhadap organisasi yang terlarang [8].
Bagi seseorang yang
mempunyai hubungan dengan Jepang, misalnya telah menikah dengan warga negara
Jepang, persyaratannya dipermudah. Bagi suami atau isteri warga negara Jepang
yang telah berdomisili atau bertempat tinggal di Jepang tidak kurang dari tiga
tahun tanpa terputus dan pada saat berdomisili di Jepang dia dapat memohon
untuk bisa mendapatkan kewarganegaraan Jepang. Hal ini sama halnya dengan
seseorang yang telah menikah dengan warga negara Jepang tidak kurang dari tiga
tahun dan bertempat tinggal di Jepang untuk satu tahun atau lebih [9].
Seseorang yang
mempunyai multi kewarganegaraan diharuskan memilih salah satu
kewarganegaraannya dalam waktu dua tahun. Jika yang bersangkutan di bawah
duapuluh tahun, yang bersangkutan harus memilih kewarganegaraannya sebelum yang
bersangkutan berumur duapuluh dua tahun [10]. Pilihan kewarganegaraan dengan
penolakan atau dengan pengikraran pilihan terhadap kewarganegaraan Jepang dan
penolakan terhadap kewarganegaraan asing [11]. Pernyataan tersebut dibuat
dengan mengisi formulir yang disediakan di kantor kecamatan, tempat yang
bersangkutan tinggal.
Warga negara Jepang
yang lahir di negara asing dan mendapatkan kewarganegaraan negara asing karena
kelahiran diharuskan didaftarkan sebagai warga negara Jepang semenjak tiga
bulan semenjak dilahirkan. Jika tidak, anak tersebut terancam kehilangan
kewarganegaraan Jepangnya. Tapi anak tersebut bisa mendapatkan kembali
kewarganegaraan Jepangnya jika ia di bawah dua puluh tahun dan berdomisili di
Jepang, dengan mengisi surat pemberitahuan kepada Menteri Kehakiman Jepang [12].
2.2. Status Orang Asing
Pada umumnya warga
negara asing diperbolehkan untuk tinggal di Jepang berdasarkan hak alami yang
ada dalam perlindungan hak asasi dan kebebasan yang diwujudkan dan dilindungi
oleh Konstitusi Jepang. Mahkamah Agung Jepang membenarkan prinsip ini, seperti
dalam kasus McLean, seorang warga negara asing dyang itolak perpanjangan visanya
oleh Kementerian Kehakiman. Mahkamah Agung memenangkan permohonan yang diajukan
oleh Mcleanuntuk perpanjangan visanya [13].
Lebih kurang 560,000
orang Korea dan Taiwan telah berdomisili di Jepang dari sebelum berakhirnya
Perang Dunia Kedua. Status mereka diatur secara tersendiri dalam undang-undang
tentang pengaturan imigrasi terhadap orang yang hilang kewarganegaraan
Jepangnya dikarenakan Perjanjian Damai San Fransisco[14]. Perjanjian ini dibuat
pada tanggal 8 September 1951 di San Fransisco antara Jepang dan Amerika dalam
rangka mengembalikan hak-hak, keuntungan dan kedaulatan Negara-negara bekas
jajahan Jepang seperti Korea Selatan, Taiwan dan Cina. Di dalam perjanjian
damai tersebut diatur juga bahwa sebelum Perang Dunia Kedua, orang Taiwan dan
Korea merupakan warga negara Jepang karena kedua negara tersebut dijajah oleh
Jepang. Mereka yang dulunya termasuk warga negara Jepang dikembalikan kewarganegaraannya
ke negara mereka masing-masing.
Status hukum orang
asing tergantung apakah dia penduduk permanen berdasarkan undang-undang tentang
pengaturan imigrasi dan pegakuan terhadap status pengungsi, atau hanya sebagai
pengunjung sementara [15].
UU Nomor 100 Tahun
1991 Tentang Pemilihan Umum begitu juga UU nomor 67 Tahun 1947 Tentang
Pemerintah Daerah memberikan hak untuk memilih hanya kepada warga negara
Jepang. Akhir-akhir ini, karena dipengaruhi oleh hukum beberapa negara Eropa,
adanya wacana bahwa warga negara asing dengan status permanen residen harus
diberikan hak untuk memilih dalam pemilihan lokal dan juga kemungkinan
pemilihan umum nasional. Namun, Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa bukanlah
hal yang bertentangan dengan Konstitusi untuk memberikan hak pilih kepada
penduduk yang berkewarganegaraan asing [16].
Pada umumnya pegawai
kantor pemerintahan diharuskan warga negara Jepang. Beberapa pemerintah daerah
mengizinkan warga negara asing untuk bekerja di kantor pemerintahan daerah yang
tidak dilibatkan dalam melakukan kewenangan khusus.
Apakah hak-hak sosial
diberlakukan terhadap warga negara asing menjadi masalah? Dalam suatu kasus
seorang warga negara Jepang keturunan Korea diabaikan haknya untuk mendapatkan
tunjangan sosial sebagai orang cacat. Pemohon mendapatkan kewarganegaraan
Jepang tahun 1970, tetapi telah cacat sebelum proses naturalisasi.
Undang-undang yang relevan mensyaratkan bahwa hanya bagi orang yang setelah
menjadi warga negara Jepang dan pada saat bersamaan dia berada dalam keadaan cacat
yang berhak atas tunjangan sosial. Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa
pemerintah diperbolehkan memberikan prioritas kepada warga negara Jepang dalam
memberikan kesejahteraan sosial karena keterbatasan sumber keuangan [17]. Perlu
diingat bahwa setelah Jepang meratifikasi Perjanjian terhadap Status Pengungsi,
hukum yang berhubungan dengan tunjangan sosial diubah dan persyaratan penerima
tunjangan sosial harus warga negara Jepang dihapus.
2.3. Hukum Imigrasi dan Perubahannya
Pada dekade terakhir,
masyarakat Jepang sangat kawatir adanya peningkatan gangguan terhadap
ketertiban umum yang salah satu penyebabnya adalah pendatang haram/ pendatang
gelap/illegal foreign residents. Untuk itu banyak sekali permohonan dari berbagai lapisan
masyarakat Jepang kepada pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam
rangka mengurangi jumlah pendatang gelap, yang diperkirakan berjumlah 250,000
jiwa, diperlukan usaha pelaksanaan pengontrolan imigrasi dan secara mendasar
melaksanakan penahanan terhadap pendatang gelap [18]. Diperlukan juga usaha dan
langkah untuk mendorong pendatang gelap mengakhiri tindakannya untuk tinggal di
Jepang dengan status pendatang gelap dan pulang ke negara asalnya secara
sukarela, dan membatasi pendatang asing yang berpura-pura sebagai pendatang
yang sah setelah memasuki Jepang dengan izin masuk ke Jepang yang didapat
secara tidak sah atau bertentangan dengan hukum.
Setelah hampir 30
tahun berlalu, semenjak adanya pengakuan terhadap status pengungsi di Jepang
mulai tahun 1981, banyak sekali perubahan di dalam berbagai hal yang
mempengaruhi sistem pengakuan terhadap pengungsi di Jepang sejalan dengan
perubahan akhir-akhir ini di tingkat dunia. Sistem pengakuan terhadap pengungsi
harus direvisi dari sudut perlindungan terhadap pengungsi secara manusiawi dan
melalui prosedur yang benar.
Pada Agustus 1999,
Konsil Promosi Bantuan terhadap orang cacat memutuskan untuk merevisi ketentuan
yang mengatur tentang orang cacat, yang berkemungkinan menghalangi orang cacat
ikut berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Oleh karena itu perlu merevisi
ruang lingkup warga negara asing yang akan ditolak untuk memasuki Jepang,
termasuk orang cacat mental, yang tidak bisa membedakan antara yang baik dan
buruk.
Sehubungan dengan hal
tersebut di atas telah diadakan perubahan terhadap Hukum Imigrasi dan pengakuan
terhadap pengungsi. Terhadap pendatang gelap /illegal resident yang memasuki Jepang, misalnya dengan
menggunakan paspor palsu atau masuk secara diam-diam, orang asing yang masa
ijin tinggalnya telah habis, kemudian orang asing yang tinggal di Jepang dengan
status sebagai mahasiswa dan bekerja sebagai pegawai di tempat hiburan orang
dewasa, maka akan dikenakan sanksi minimal 300.000 yen hingga 3 juta yen.
Sedangkan bagi pekerja
gelap seperti orang asing yang secara gelap tinggal di Jepang atau yang tidak
boleh bekerja karena statusnya, melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan
hukum, atau mendapat status orang asing bagi perusahaan lain atau tempat kerja
lain, maka akan dikenakan hukuman minimal 2 juta yen hingga 3 juta yen.
Bagi orang asing yang
tinggal di Jepang dengan status pra mahasiswa telah bekerja tambahan tanpa
mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan tersebut di luar yang diizinkan
sebagai penduduk dapat dikenakan sanksi minimal 200,000 yen hingga 2 juta yen.
Pemerintah Jepang akan
memberlakukan suatu sistem untuk mengizinkan tinggal sementara adalah bertujuan
untuk menjamin kepastian status hukum bagi penduduk yang illegal yang telah
mengajukan permohonan untuk diakui sebagai pengungsi. Di bawah sistem ini, bagi
yang telah diberikan izin untuk tinggal sementara di Jepang, akan ditunda
proses deportasinya apabila telah melakukukan proses pengakuan sebagai
pengungsi.
Namun, izin tinggal
sementara tidak akan diberikan kepada orang yang dicurigai dengan berbagai
alasan sehingga masuk dalam kategori orang yang akan dideportasi seperti mereka
yang telah melamar untuk diakui sebagai pengungsi setelah enam bulan tiba di
Jepang, mereka secara tidak langsung masuk ke Jepang dari suatu wilayah yang
berbahaya, dan bagi mereka yang pernah dihukum setelah masuk ke Jepang,
kurungan badan atau dipenjara karena melakukan tindak pidana dalam hukum pidana
Jepang atau hukum lainnya.
Pemberian izin tinggal
sementara akan diberikan kepada mereka karena alasan yang tidak dapat dihindarkan
seperti gagal mengajukan permohonan dalam enam bulan atau terhadap orang asing
yang telah tinggal dan memohon ke negara sebelumnya, namun tidak diberikan
status pengungsi. Pemberian izin untuk tinggal di Jepang diberikan secara
menyeluruh bagi yang diakui sebagai pengungsi, karena memenuhi persyaratan,
dengan tujuan untuk menjamin status hukum mereka.
Dalam rangka
meningkatkan persamaan dan kenetralan dalam prosedur terhadap pengakuan
pengungsi, Konselor pemeriksaan untuk pengungsi akan ditunjuk, dan pihak ketiga
akan dilibatkan dalam pemeriksaan tingkat banding. Dalam melaksanakan prosedur
terhadap pengakuan pengungsi, karena kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti
dari luar negeri untuk menunjang pengakuan status pengungsi, disyaratkan untuk
mendapatkan fakta-fakta sebagai dasar pengakuan dengan mengevaluasi bukti-bukti
yang terbatas secara benar, mempertimbangkan situasi internasional dalam
pemeriksaan dan keputusan secara akurat, dan mengintepretasikan perjanjian dan
konvensi yang berkaitan secara menyeluruh. Dikarenakan kebutuhan yang
sedemikian, konselor pemeriksa akan ditunjuk dari (1) praktisi hukum yang
mempunyai kemampuan dalam memutuskan fakta-fakta, (2) mereka yang mempunyai
kemampuan dalam masalah regional dan internasional seperti mereka yang pernah
bekerja di misi diplomatik atau perusahaan perdagangan, koresponden luar
negeri, akademisi dalam bidang politik internasional, mantan pegawai
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan (3) ahli dalam hukum internasional, hukum luar
negeri, dan hukum administrasi dan sebagainya.
3. Kesimpulan
Di dalam Hukum
Kewargananegaraan Jepang telah dihapus segala bentuk diskriminasi terhadap
wanita di Jepang sesuai dengan Kovensi terhadap pembatasan segala macam bentuk
diskriminasi terhadap wanita pada tahun 1980. Dilain pihak, masyarakat Jepang
menghendaki bahwa sistem pengaturan terhadap orang asing direvisi dalam rangka
menjamin keselamatan dan kepentingan masyarakat Jepang secara utuh, sehingga
masyarakat Jepang dapat meningkatkan dan mempererat kehidupan berdampingan
dengan orang asing secara damai. Sehingga perlu merevisi undang-undang
keimigrasian dan memperberat sanksi khususnya terhadap pendatang gelap, orang
asing yang tinggal di Jepang dan telah habis masa berlaku izinnya, orang asing
yang tinggal di Jepang dengan status mahasiswa dan orang asing yang bekerja
ditempat hiburan untuk orang dewasa. Selain itu merevisi dan memperketat
peraturan tentang status pengungsi dalam rangka menjamin kepastian status hukum
bagi penduduk illegal yang telah mengajukan permohonan untuk diakui sebagai
pengungsi.
4. Daftar Pustaka
1.
Undang-undang Nomor
147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.
Undang-undang Nomor
147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.
Pasal 2 Undang-undang
Nomor 147 tahun 1950 tentang Kewarganegaraan.
1.
Keputusan Pengadilan
Negeri Tokyo, 30 Maret, 1981 (Hanji 1363-68).
1.
R. Yamada dan F.
Tsuchiya, 1985, An Easy Guide to the New Nationality Law, (Bimbingan yang
Simple terhadap Hukum Kewarganegaraan) Tokyo, hlm.2-15.
1.
Pasal 3 ayat 1
Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Pasal 5 ayat 1
Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Pasal 7 ayat 1 Undang-undang
Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Pasal 14 ayat 1 ayat 1
Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Pasal 14 ayat 2 ayat 1
Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Pasal 12 dan 17
Undang-undang Kewarganegaraan Jepang tahun 1984.
1.
Keputusan Mahkamah
Agung, 4 Oktober, 1978 (Minshu 32-7-1223; Mc Lean case).
1.
Undang-undang Nomor
71. tahun 1991 tentang Penanganan Khusus terhadap Pengaturan Imigrasi.
1.
K. Tezuka, 1995, Gaikokujin to
Ho (Orang Asing dan
Hukum), Tokyo, hlm.298-303.
1.
Keputusan Mahakamah
Agung Jepang, 28 Februari, 1995 (Minshu 49-2-639).
1.
Keputusan Mahkamah
Agung Jepang, 2 Maret, 1989 (Hanji 1363-68; Shiomi case).
1.
Ministry of Justice of
Japan (Kementerian Kehakiman Jepang).
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut